Oleh: Galuh Naomy Syahrani Pambudi
Editor: Enkhena Auliya Maha Dewi
Cahaya matahari mulai memasuki celah jendela kamar kosku. Aku mulai meregangkan badan dan sedikit menguap karena memang kemarin aku sempat begadang. Aku beranjak dari tempat tidur, berjalan pelan dan sedikit merenungkan banyak hal. Sepertinya sudah kebiasaanku setiap pagi akan merenungkan hal-hal dari yang penting sampai tidak penting.
Aku sudah sampai di kampus. Hari ini sepertinya tidak terlalu padat. Aku hanya akan menyelesaikan kelas dan bertemu dengan grup ku. Oh iya, aku adalah mahasiswa semester 3 di salah satu kampus favorit di kota tempat tinggalku. Namaku Sherly Narendra Pratiwi, mahasiswi yang jarang dikenal banyak orang, seorang introvert dan lebih suka bergulat dengan buku daripada berbincang basa basi dengan orang lain. Namun akan berbeda ketika bertemu dengan “Kece Abiezz” nama grup pertemananku. Rasanya dengan mereka aku lebih bisa mengekspresikan diriku, lebih banyak tertawa, lebih banyak tersenyum.
Dua jam pembelajaran sudah ku lewati. Agak lelah karena materi yang diberikan dosen menguras tenagaku. Aku berjalan keluar kelas dan akan pergi ke salah satu mall untuk bertemu teman-temanku. Perjalanan ke mall tidak terlalu lama karena jaraknya hanya 15 menit dari kampus. Aku mulai mencari tempat makan dan menunggu mereka datang.
Very datang bersama Liorin dan disusul dengan Sabella. Very adalah satu-satunya cowok di grup ini. Kita sedikit berbincang membicarakan banyak hal.
“Aku kayaknya mau daftar Ormawa deh”, kataku
“Hah? Yang bener aja kamu? Yakin masuk Ormawa?” jawab Sabella
Aku sedikit tersinggung dengan jawabannya, namun ku pikir karna sikapku saja yang diam tiba-tiba ingin masuk organisasi besar.
“Loh Sab, jangan jawab gitu. Keren banget loh ini Sherly. Udah mau lebih bersosialisasi, nyari relasi daripada cuma buku aja. Sebel ya aku tuh”, kata Lio dengan raut muka yang dibuat seperti sebal.
“Keren keren, mantap buat Sherly”, kata Very dengan mengacungkan dua jempol ke arahku.
Aku hanya tertawa dan tentunya aku merasa senang karena apresiasi dari mereka.
Beberapa hari aku sudah jarang bertemu dengan mereka. Karena tugasku yang menumpuk dan aku sedikit resah mempersiapkan berbagai persyaratan untuk masuk Ormawa. Namun saat aku duduk kantin kampus, Lio dan Very datang dan menyapaku. Mereka mempertanyakan bagaimana progressku tentang persyaratan masuk Ormawa.
“Sabella mana? Tumben gak sama kalian?”, tanyaku
“Sebenernya Sher, aku gak enak bilangnya ke kamu”, Jawab Lio sedikit menunduk dan melirik ke arah Very.
“Bukan maksud kita mau bikin pecah grup ini. Tapi aku rasa Sabella mulai ngomongin kamu di belakang. Bahkan rumor jelek tentang kamu udah nyebar di kelas kita”, jelas si Very
Aku hanya terdiam. Sedikit memikirkan apa kesalahanku.
Flashback
“Apa sih si Sherly, ngapain coba dia mau daftar Ormawa segala. Kan aku udah cerita duluan kalau aku mau daftar. Jadinya sainganku nambah. Kenapa sih dari dulu dia ngeselin banget”, kata Sabella
Lio dan Very yang mendengarkan Salwa sempat terkejut namun ia sudah tidak kaget lagi. Sabella sering sekali ingin bersaing dengan Sherly, sering mengatai Sherly namun hanya Lio dan Very yang tahu.
“Kan bagus Sab dia mau keluar dari zona nyamannya kan. Gapapa kan kamu bisa tetep daftar gak ada yang berubah”, jelas Lio
“Jelas berubah lah. Harusnya cuma aku. Sekarang malah ada Sherly. Apa-apaan coba”, jawab Sabella
Very hanya menggelengkan kepala dan menjawab “kurang-kurangin iri hatimu itu Sab. Dia itu temenmu loh, gak seharusnya kamu omong kayak gini apalagi dibelakang dia”
Lio dan Very menjelaskan semuanya. Tidak ada maksud apa-apa dari mereka dan aku memahami itu. Aku mulai memikirkan pikiranku tentang Salwa yang selama ini aku tepis ternyata itu adalah kebenaran. Aku bingung harus berekspresi seperti apa. Tidak bisa menangis, sedihpun bingung, hanya terasa sesak. Sesak karena selama ini teman, sahabat yang aku percaya, yang aku anggap tempat cerita ternyata itu hanya aku yang merasakannya tidak dengan Salwa. Ia yang hanya menganggapku seorang saingan yang seharusnya tidak boleh lebih tinggi darinya.
Lio menenangkanku dan Very memberikan sebuah kata-kata untuk menghiburku. Aku sedikit bersyukur karena aku mengetahui ini semua. Meski rasanya berat, meskipun juga sesak aku tidak mau bertahan dalam lingkup toxic pertemanan. Aku merasa berat untuk meninggalkan grupku terutama Sabella. Tapi apakah dengan bertahan aku akan tetap baik-baik saja? Apakah aku tetap tidak akan merasa sesak?
“Makasih Lio, Very. Aku tahu kalian baik banget ke aku, tapi aku izin buat keluar dari grup ya? Aku izin buat sedikit menjauh dari Sabella. Maaf karena aku gak sanggup buat sekedar membicarakan masalah ini dengannya”, kataku dengan suara yang sudah lemas
“Tapi kita tetep berteman kan Sher?”,jawab Lio dengan tangannya yang menggenggam tanganku.
“Iya kita tetap berteman kok. Aku sayang kalian. Makasih buat yang tadi ya”, ucapku kepada Lio dan Very.
Aku mulai memikirkan arti pertemanan. Apa dengan membuat grup itu sudah pasti disebut teman? Apa dengan bersaing itu juga disebut dengan teman? Lalu arti teman sendiri itu apa? Aku tak tahu, pertemanan mungkin adalah hubungan yang sedikit rumit. Ada yang bertemu dengan teman yang baik, mendukung satu sama lain. Ada yang hanya berpura-pura namun menusuk dibelakang. Aku harap kalian akan bertemu dengan teman-teman yang bersyukur mempunyai kalian, bukan hanya kalian saja yang bersyukur mempunyai mereka.
Comments