Oleh: Putri Salma Nabila
Editor: Hashyyati Diana
Matahari telah terbit dari ufuk timur dan suara ayam berkokok pun telah terdengar. Banyak orang yang lalu lalang dengan segala aktivitasnya. Terlihat juga rumah hijau di ujung jalan yang begitu rapi dan enak dipandang. Rumah itu menjadi tempat tinggal sebuah keluarga sederhana yang memiliki anak perempuan dengan segala kemampuan. Namun, dibalik itu semua menyimpan kesedihan karena kepala keluarga mereka telah meninggal dunia. Yaa.. sudah 6 bulan lamanya, ayah Rina meninggal karena sakit.
Hari ini suasanya sangat cerah. Rina yang dari pagi sudah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, akhirnya berangkat dengan sepeda motor miliknya. Rina adalah seorang siswi di salah satu SMAN favorit di kotanya. Siapa yang tidak mengenal Rina, seorang yang ceria, baik hati, pintar, mudah bergaul dan pastinya mempunyai segudang prestasi. Lengkap sudah kepribadian yang Rina miliki.
Di balik seorang Rina yang ceria, ia meyimpan kesedihan yang mendalam. Bagaimana tidak 6 bulan sebelum Rina dinyatakan lulus SMA, ayah tercintanya berpulang ke pangkuan ilahi. Tetapi, hal tersebut tidak membuat Rina berputus asa dan tetap melanjutkan kehidupannya. Walaupun, kini hanya hidup bertiga dengan adik laki-laki dan ibunya.
Tepat pada hari ini merupakan pengumuman siswa eligible. Siapa sih yang tidak ingin masuk di golongan tersebut, pasti Rina juga menginginkannya. Tak disangka-sangka harapan Rina sedari dulu yang ingin kuliah melalui jalur SNMPTN terkabul. Betapa baiknya Tuhan yang telah memberikan Rina kesempatan yang sangat luar biasa. Sesampainya di rumah, Rina bercerita kepada ibunya. “ Bu alhamdulillah Rina menjadi siswa eligible di sekolah” ucapnya. Seketika ibunya hanya terdiam dan memandangi foto ayah Rina yang terpasang di dinding ruang tamu. Ibunya nampak sedih, anak perempuan pertamanya sudah beranjak dewasa dan berkesempatan melanjutkan ke perguruan tinggi negeri. Tetapi, ayahnya tidak bisa melihat kegembiraan di wajah Rina.
Terlihat dari mata ibunya, beliau juga merasa bimbang, apakah mampu membiayai kuliah Rina. Sedangkan, selama ini ayah Rina yang menjadi tulang punggung keluarga dan selama ayahnya meninggal mereka hidup dengan harta peninggalan ayahnya. “Bu kok diam, Ibu tidak senang ya Rina masuk siswa eligible?.” tanya Rina. “Rina juga ingin Bu kuliah seperti teman-teman Rina, apalagi Rina ingin besar nanti sukses menjadi seorang akuntan” sambungnya. Seketika suasana menjadi haru biru dan pecah akan tangisan. Yaa.. ibu Rina nangis sejadi-jadinya. “Nak bukannya Ibu tidak mau kamu kuliah, tapi bagaimana cara membayarnya. Selama 6 bulan ini kita hanya hidup dari peninggalan ayahmu. Ibu juga belum bisa mencari kerja, adikmu juga masih sekolah kelas 10 SMA.” jawab Ibu Rina.
Setelah mendengar jawaban ibunya, Rina pun terdiam. “Seandainya Ayah masih hidup, pasti Rina bisa berkuliah di kampus impian Rina” kalimat yang terlintas di pikirannya. Tak lama, Rina memutuskan pergi ke kamar dan meluapkan tangisannya. “Yah kenapa sih ini harus menimpa keluarga kita, dulu kita orang yang mampu. Apapun permintaan Rina pasti Ayah turuti. Ayah selalu mendukung apapun jalan yang Rina pilih. Harapan Rina sekarang hanya ingin mewujudkan impian Rina dari kecil Yah, Rina ingin jadi seorang yang sukses di bidang yang Rina sukai. Tapi kenapa Yah, ayah pergi dulu sebelum cita-cita Rina terwujud”.
Mendengar tangisan Rina yang begitu kencang, Ibunya tidak tega. Seorang anak perempuannya yang selama ini didik dan dibesarkan dengan penuh tanggung jawab dan secara materi berkecukupan harus merasakan susahnya melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. “Nak, maafkan Ibuu... Ibu tidak bisa mewujudkan keinginanmu” suara hati Ibu Rina.
Setelah kejadian itu, Rina sama sekali tidak keluar kamar. Ia hanya berdiam diri di kamarnya sambil memegang foto almarhum ayahnya. Hatinya begitu hancur atas kenyataan hidup yang diterimanya. Inilah situasi yang sangat menyedihkan yang terjadi kedua kali dalam hidup Rina.
Keesokan harinya, seperti biasa Rina berangkat sekolah dan tak lupa mengantar adiknya terlebih dahulu. Sesampainya di sekolah, teman-teman kelasnya sangat bahagia karena hampir 80% anak di kelasnya menjadi siswa eligible salah satunya Rina. Memang, kelas Rina dikenal dengan kelas ambis, banyak siswa disana yang pintar-pintar dengan segala kemampuan masing-masing.
“Eh Rina sudah datang, bagaimana Rin kamu pasti masuk siswa eligible dong.” ucap Putri teman satu bangkunya. “Pasti lah Rina kan murid yang pintar” jawab Rere temannya. “Alhamdulillah aku masuk siswa eligible” sautnya dengan pelan. Setelah itu, mereka asyik berbicara mengenai rencana kedepannya. Mendengar planning-planning teman Rina, membuat Rina bersedih. “Apakah aku tetap bisa melanjutkan ke perguruan tinggi ya. Tapi, ibu sudah bilang kalau tidak punya uang.” suara hatinya.
Beberapa jam kemudian, waktu menunjukkan pulang sekolah. Sesampainya di rumah, Rina bergegas ke meja makan untuk makan siang. Rina melihat di atas meja makan, hanya ada makanan yang sangat sederhana, hatinya merasa teriris-iris. “Ya Allah baru kali ini keluarga Rina hanya bisa makan nasi dan telur. Sebelumnya selalu makan enak, keluarga juga lengkap. Rina bisa merasakan hangatnya keluarga utuh.” ucapnya. Setelah makan, Rina membantu ibunya untuk membersihkan rumahnya.
Suara adzan isya’ berkumandang, keluarga Rina bersiap sholat berjamaah di ruang sholat atau musholah kecil di rumahnya. Ruangan itu menyimpan banyak kenangan bersama ayah tercinta. Dimana, tempat itu menjadi saksi doa-doa yang terucap dari keluarga mereka. Setelah sholat selesai mereka bertiga menangis mengingat kenangan pada masa lalu. Ibu Rina berkata “Maaf yaa Ibu tidak bisa menjadi orang tua yang sempurna buat kalian berdua.” “Bu, jangan berbicara seperti itu. Selama 6 bulan ini Ibu telah bersusah payah utuk menghidupi kita berdua.” jawab Rina. “Iya Bu, yang dikatakan kak Rina itu benar. Seharusnya kita yang meminta maaf apabila selama ini menuntut Ibu untuk selalu sempurna.” jawab Riko adik semata wayang Rina.
“Buu, Rina juga minta maaf kemarin sudah membuat Ibu menangis karena ucapan Rina. Kalau memang Ibu tidak punya uang untuk membiayai kuliah Rina tidak papa Bu. Rina mungkin akan memutuskan gapyear dan cari pekerjaan dulu, paling tidak untuk memulihkan ekonomi keluarga kita.” Ucap Rina. Mendengar ucapan tersebut membuat Ibu Rina berlinang air mata, anaknya yang baru menginjak 18 tahun sudah bersikap dewasa dalam menyikapi suatu masalah. Ibu Rina menjawab “Maaf ya anakku, Ibu memang tidak punya uang. Tetapi, ibu akan berusaha agar tahun depan kamu bisa berkuliah seperti teman-temanmu.”
Riko yang merupakan satu-satunya seorang laki-laki di rumah itu juga menyampaikan sesuatu kepada kakak kesayangannya. “Kak, Riko tahu pasti hal ini nggak mudah untuk kakak. Riko percaya kakak akan melewati ini semua dan mendapatkan kebahagiaan nantinya. Maaf ya kak, Riko disini anak laki-laki tapi tidak bisa membantu kakak”. “Tidak papa dik, kamu belajar yang rajin ya supaya nanti kita bisa bahagiakan Ibu bersama-sama. Kakak juga yakin kalau adik juga bisa melewati ini semua dan kakak janji akan membiayai sekolah adik sampai lulus jadi seorang sarjana. Sekarang kita hanya bertiga, kakak harap kita semua bisa menjaga satu sama lain.” Ungkapan hati Rina. Mereka bertiga saling berpelukan untuk menguatkan satu sama lain.
Setelah sholat, Rina kembali ke kamarnya. Rina merenungi semua yang terjadi di hidupnya. “Ya Allah, aku kira hidup ini akan berakhir indah, aku bisa kuliah di kampus impian dan bisa membanggakan Ibu dengan kesuksesanku. Aku percaya Ya Allah apapun ketetapanmu untuk keluargaku dan bantulah aku untuk mengiklaskan semuanya. Untuk ayah yang diatas sana, Rina tidak papa yah. Rina disini bahagia atas apapun yang terjadi. Ayah semoga tenang ya disana. Rina janji akan menjaga keluarga kecil ini.”
“Bersyukurlah atas apa yang terjadi saat ini dan cobalah mengikhlaskan semuanya. Kita hanya seorang hamba, yang menunggu giliran untuk menerima ujian dan ingatlah Allah tidak akan menguji hambanya diluar batas kemampuannya. Memang, hidup tak selamanya akan berakhir indah. Tetapi, percayalah suatu saat nanti akan ada kebahagiaan yang membuatmu meneteskan air mata” -Rina.
コメント