MODERN SLAVERY, ILO 188 APA KABAR?
- fishflashnews
- May 11, 2020
- 2 min read
Penulis: Kusnul Khotimah
Editor: Dyah Aulia

Berita FFN- Video viral perbudakan ABK asal Indonesia di kapal China yang jasadnya dilarung ke laut, telah disoroti oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Video tersebut pertama kali diberitakan oleh MBC News Korea Selatan dan dijelaskan oleh Youtuber asal Korea Selatan, Jang Hansol, di kanalnya Korea Roemit. Sudiono, Direktur Perkapalan dan Kepelautan Kemenhub,akan memastikan keluarga almarhum dapatkan hak-hak berupa pembayaran gaji selama bekerja sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Video viral pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh awak kapal China membuat Susi teringat dengan kasus perbudakan manusia yang terjadi di Benjina. Susi mengatakan, Yosef Sairlela, Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merupakan saksi kunci perbudakan Anak Buah Kapal (ABK) asing di Benjina, Kepulauan Aru. Terbongkarnya kasus perbudakan PT Pusaka Benjina Resources (PBR) membuat Susi yang waktu itu menjabat menjadi menteri kian risau. Susi memikirkan nasib Warga Negara Indonesia (WNI), kemungkinan mereka dijual dengan paksaan dan penipuan.
"Ilegal unreported unregulated Fishing = Kejahatan yang mengambil kedaulatan sumber daya ikan kita = sumber protein = Ketahanan pangan = TENGGELAMKAN !!!!!!!!!!! Saya sudah teriak sejak tahun 2005," tulis Susi dalam akun Twitternya, Kamis (7/5/2020).
Susi lantas membeberkan Illegal Unreported Unregulated Fishing (IUUF) selama ini masih sering terjadi. IUUF merupakan kejahatan lintas negara yang dilakukan di beberapa wilayah laut oleh kru dan ABK dari beberapa negara. Susi juga menyampaikan kerugian yang didapatkan dari IUUF. Selain melakukan pelanggaran terhadap biota, seperti menangkap hiu untuk diambil siripnya dan dijual ke beberapa negara, tak jarang para pelaku juga didapati melakukan aksi penyelundupan narkoba melalui laut yang sulit dilacak. Akhirnya banyak negara membentuk satuan tugas, seperti Barack Obama, Presiden AS saat itu, membuat Task Force IUUF, sedangkan di Indonesia Jokowi membuat satgas 115 yang dulu rencananya akan dibuat multi door untuk menangani semua kejahatan di laut, ungkap Susi.
Berdasarkan data IOM tahun 2016, menyatakan bahwa ada sekitar 99% korban ABK yang melapor terkait lama waktu bekerja yang melebihi batas normal. Sebanyak 65% korban mengatakan bekerja selama 17-20 jam/hari, 31% melaporkan bekerja selama 21-24 jam/hari, dan 4% bekerja selama 12-16 jam/hari. Tidak satupun dari korban yang melaporkan bekerja kurang dari 12 jam/hari. Data tersebut berbanding terbalik dengan Kepmen 42 tahun 2016. Adanya ILO (International Labour Organization) sebagai badan PBB yang bertugas untuk memajukan kesempatan bagi laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan produktif dalam kondisi merdeka, setara, aman, dan bermartabat, terbukti belum dapat menjamin kelayakan kerja merata.
"Persoalan sekarang ini yang kita semua harus khawatirkan, berapa banyak sebetulnya ABK Indonesia di kapal ikan di seluruh dunia. Bagaimana kita cari tahu, dari mana kita tahu?" Ujar Susi, Jakarta, Rabu (8/4/2015). (*)
Referensi
Comments